Plagiarisme seringkali dikonotasikan hanya sebagai
pelanggaran etika, bukan sebagai perbuatan melawan hukum. Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sudah mengaturnya secara jelas.
Menurut undang-undang ini, hak eksklusif pencipta yang
timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan
diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak eksklusif merupakan hak yang
hanya diperuntukkan bagi si pencipta atau penerima hak cipta itu. Apabila ada
orang lain yang ingin memanfaatkan ciptaan tadi, orang ini harus mendapat izin
terlebih dulu dari pencipta atau penerima hak cipta tadi. Hak cipta adalah
salah satu hak kekayaan intelektual (intellectual property rights)
yang mendapat perlindungan secara otomatis oleh negara.Kebijakan demikian
semata-mata demi kepentingan praktis, yaitu agar memudahkan setiap pencipta
mendapatkan perlindungan, mengingat sedemikian banyak ciptaan yang
dihasilkan,baik di bidang ilmu pengetahuan, seni, maupun sastra.
Pasal 44 Undang-Undang Hak Cipta membuat rumusan
sebagai berikut: “Penggunaan, pengambilan, penggandaan, dan/atau
pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak terkait secara seluruh atau
sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta jika
sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk keperluan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan
yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta;
ketentuan tersebut jelas, bahwa syarat mencantumkan sumber
adalah sebuah syarat mutlak untuk dapat terbebas dari tindak pelanggaran.
Artinya, jika tidak dicantumkan sumbernya, pasal ini otomatis mengkategorikan
tindakan itu sebagai pelanggaran hak cipta. pada Pasal 44 ayat (1) menyatakan, “Yang
dimaksud dengan ‘sebagian yang substansial’ adalah bagian yang paling
penting dan khas yang menjadi ciri dari ciptaan.” Selanjutnya dijelaskan, “Yang
dimaksud ‘kepentingan yang wajar dari pencipta dan pemegang hak cipta’ adalah
kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi
atas suatu ciptaan.”000
Substansial, artinya, tidak ada lagi alasan untuk melakukan
pengambilan hak cipta orang lain dengan dalih “hanya satu atau dua kalimat atau
paragraf”. Sepanjang kalimat atau paragraf itu substansial dan dilakukan tanpa
pencantuman sumbernya, maka pelanggaran hak cipta sudah layak disematkan untuk
perbuatan tersebut.
Anderson, Judy (1998). Plagiarism, Copyright Violation and Other Thefts of Intellectual
Property: An Annotated Bibiligraphy with A Lengthy Introduction.
Jefferson, North Carolina: McFarland & Co.
Oakes, Elisabeth H. & Mehrdad Kia
(2004). Social Science Resources in the Electronic Age.
Westport: Greenwood Press.
Komentar
Posting Komentar